Inuyasha

Ahad, 30 Jun 2013

Cerpen



                                                Oleh : Luvia Chrismonita

senandung anak mentari
          Arif adalah anak kecil berusia 12 tahun yang hidup di tengah-tengah kondisi yang mungkin bisa dibilang serba kekurangan. Ayah Arif adalah seorang nelayan. Sementara ibunya seorang buruh cuci. Penghasilan per-hari pun tak seberapa. Hanya cukup untuk sekedar membeli beras bakal nasi dan berlaukkan garam. Bahkan tak jarang mereka pun rela tak makan. Demi apa?. Demi pendidikan anak mereka. Kemauan, keteguhan dan sifat Arif yang rajin, membuat orang tuanya merasa tak tega untuk mematahkan mimpi sekaligus cita-citanya. Mimpi yang sering ia ceritakan kepada orang tuanya bahwa ia sangat ingin menjadi seorang arsitek.

          Pagi hari Arif selalu bersemangat menjemput ilmu dibalik mentari, ditangan kanannya ia menenteng tas yang ia buat sendiri dari karung goni. Tas tersebut berisikan buku-buku usang namun penuh akan ilmu. Sementara ditangan kirinya ia mencengkram erat sumber rejeki tambahan untuk keluarganya. Sepulang sekolah biasanya ia tak akan langsung pulang ke rumah sederhananya. Namun ia akan memungut rejekinya terlebih dahulu di jalan raya dengan cara berjualan koran. Tentu uang yang Arif hasilkan tak sebanyak pendapatan seorang koruptor. Meskipun sedikit namun Arif tetap mensyukurinya, karena ia yakin sedikit uang tapi halal akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan banyak uang tapi didapat dengan cara tak halal.

          Mentari siang bolong tentu terasa menyengat selaksa ingin membakar kulit tipis bocah 12 tahun yang sedang berjuang demi membantu kedua orang tuanya. Namun semangat Arif tak mudah terpatahkan hanya dengan sengat mentari siang itu. Setiap hari Arif selalu mengalah dan berkawan dengan Sang Mentari, jadi sengatnya pun menjadi kawan baginya.

          Suara merdunya menyerukan asa yang tertambat pada sebuah pengharapan disetiap exemplar Koran yang ia jual. “Korannn..koran...”. Dan tak jarang ia juga sedikit bersenandung tentang mimpi dan asanya dijalanan bahkan tak jarang orang-orang mengira ia seorang pengamen bersuara berlian. Sebagian dari mereka memberikan uang tanpa meminta korannya. Padahal Arif bukan pengamen. Tentu Arif menolak dan tetap memberikan Koran kepada orang yang memberinya uang. Tanpa menghiraukan kulit sawo matangnya yang kini berubah menjadi kehitaman karena sengat matahari, ia terus menawarkan kesana kemari Koran dagangannya sambil bernyanyi lagu yang ia buat. Namun lagu yang ia senandungkan itu belum berjudul.  Senantiasa ia Menyusuri trotoar, dan mengitari mobil dan motor yang berhenti di lampu merah jalanan kota menawarkan Koran-korannya kepada calon pembeli.

          Hari ini memang tak seluruh korannya laku terjual. Namun setidaknya sedikit rejeki hari ini bisa membantu mengenyangkan perutnya dan keluarganya. Sisa Koran hari ini akan ia kembalikan pada sang juragan, sekaligus membagi hasil jualannya. Dan tak lupa ia meminta kepada sang juragan untuk mengampirkan Koran edisi esok hari pada saat sang juragan hendak ke lapak yang melewati rumah Arif esok pagi.

          Rejeki Arif hari ini tak seberapa. Namun tak pernah Arif melewatkan rasa syukurnya. Tujuh ribu rupiah adalah rejekinya hari ini. Uang itu akan sepenuhya ia serahkan pada ibunya. Hatinya ikhlas, senang dan bangga ketika ia bisa membantu ayah ibunya mencari tambahan penghasilan untuk hidup mereka bersama-sama.

          Setelah selesai berjualan dan pulang kerumah, Arif tak lantas tidur untuk melunturkan rasa letihnya. Ia segera berganti pakaian dan membantu ayahnya menjahit pukat penangkap ikan milik ayahnya yang telah bolong-bolong termakan usia dan tersangkut oleh benda-benda laut. Tangan-tangan mungil Arif telah terbiasa merajut dan memperbaiki pukat yang memang setiap hari terdapat lubang baru. Sebenarya Arif pun ingin sekali ikut ayahnya melaut untuk menjaring ikan. Namun apa daya, ayahnya tak memberinya ijin. Selain itu ia juga merasa berat jika harus datang terlambat ke sekolah, karena perahu rombongan ayahnya selalu pulang di pagi hari.

          Kemauan Arif untuk terus bersekolah menjadi motivasi untuk ayahnya dan ibunya untuk tak patah semangat memeras keringat dan membanting tulang agar anak kebanggaan mereka bisa bersekolah.

          Di sekolah Arif dikenal sebagai siswa yang sangat pandai dan supel. Ia selalu mendapat peringkat pertama dikelas. Di saat teman-temannya yang lain asik bermain dan hanya memikirkan kesenangan, Arif sudah bekerja keras untuk sedikit membantu ekonomi keluarganya . Namun ia tetap tak meninggalkan kewajibannya sebagai siswa yaitu belajar. Arif selalu bersemangat dan rajin untuk belajar. Sesudah ia membantu orang tuanya, ia selalu meluangkan waktunya disela-sela rasa letihnya seharian. Tak heran ia selalu menjadi juara kelas.

          Usaha tanpa doa ibarat mendayung tanpa sebuah dayung. Semua usaha tak kan berbuah maksimal tanpa diiringi doa. Selain pandai Arif pun juga dikenal sebagai anak yang sholeh. Tak pernah sekali pun ia meninggalkan Sholat yang menjadi kewajibannya sebagai seorang Muslim. Setelah Sholat ia selalu mendoakan orang tuanya, dan pastinya ia berdoa kepada Allah agar cita-citanya tercapai.

          Hobi Arif sendiri adalah bernyanyi. Suaranya sangat merdu. Dengan bernyanyi pula ia bisa mendapat hiburan tak berbayar. Jika sempat sore hari ia biasa bernyanyi di depan rumahnya. Menyenandungkan isi hatinya dihadapan mentari sore yang hendak bersembunyi di hujung pandangan. Tetangga yang mendengar senandung Arif menyebut senandung itu sebagai “NYANYIAN ANAK MENTARI”. Bernyanyi membuat ia jauh lebih bersemangat untuk menyambut hari esok yang penuh dengan tantangan.

          Arif berjanji kepada dirinya sendiri jika ia akan menjadi orang yang sukses dengan usaha yang teriringi doa serta dukungan dari orang tuanya. Arif pun berjanji bahwa ia tak akan berhenti bersenandung .

          Hari demi hari, serta tahun demi tahun ia lewati dengan penuh usaha dan Doa. *12 Thun kemudian* Kini Arif menjadi orang sukses. Ia pun berhasil meraih cita-citanya sebagai pilot. Seorang anak mentari yang tak pernah berhenti bermimpi…..

Tiada ulasan:

Catat Ulasan