Oleh : Luvia Chrismonita
Surat
Balasan Untuk Andyna
Saya pernah
memiliki seorang sahabat maya bernama
Andyna. Ia berada jauh ditempat yang belum pernah saya datangi. Semua berawal
dari perkenalan di sarang si burung biru. Melalui twitterlah kami berdua saling berkicau dengan cerita kami
masing-masing. Lambat laun saya semakin mengenalnya. Sekitar dua bulan hubungan
kami semakin dekat. Kicauan kami mulai mengarah kearah yang lebih dalam
layaknya sahabat karib yang sedang saling curhat. Banyak hal yang membuat kami
merasa cocok karena beragam kesamaan. Seperti hobi dan lainnya. Bahkan hal yang
kita benci pun sama.
Awalnya
tak pernah terbersit angan-angan untuk meminta alamat lengkap rumah gadis yang
sering saya penggil dengan sebutan Dindyn. Sampai pada waktu itu, dia ngeDM saya dengan kalimat “Semoga besok ngga pada lupa ya Git”. Tentu
saja saya bingung dengan apa yang ia maksud dengan kata “BESOK” dan “LUPA”.
Memangnya besok ada apa? Dan lupa tentang apa?. Ada dua perasaan yang muncul
bersamaan, saya penasaran, tapi saya juga sungkan untuk bertanya, takutnya
setelah beberapa lama ini kita kenal ia berpikir kalau saya tidak care dengannya. Yaa apa boleh buat dua
perasaan yang awalnya bertengkar didalam otak saya, akhirnya mulai rukun. Dan
saya memberanikan diri untuk menanyakan maksud sebenarnya dari direct message
yang ia kirimkan pada saya. “Din,
maksudnya gimana nih?”.
Dan
ia pun kembali membalas pesan saya “Oh,
ternyata kamu juga lupa”. Hufft saya pun semakin bingung.
Ada apa ini sebenarnya?. Saya benar-benar penasaran. Kembali saya kirimkan
direct message padanya. “Din
aku lupa apa? Memangnya besok ada apa?”. Dia tak kunjung membalas pesan yang
kukirimkan. Mungkin dia marah.
Iseng-iseng
saya membuka time line @Andyna22 ,
disana banyak tweet-tweet bernada
sedih iya kicaukan. Bahkan ada inisial saya disalah satu tweetnya. Tak ingin terlalu merasa bingung dan bersalah, saya
menghentikan aksi nge-stalk time line miliknya. Namun tak sengaja
saya melihat bio di profilnya yang bertuliskan “♥22011993 “. Oh kini sekarang
saya paham apa yang Dindyn maksudkan. Besok adalah tanggal 22 Januari 2008, dan
artinya besok adalah ulang tahunnya yang ke 15 tahun. Sempat merasa menyesal,
kenapa saya tidak peka dengan apa yang ia tulis di bio profil akun twitternya.
Kembali
saya mengirim direct message ke akun
ke @Andyna22. “Din
maaf, aku ngga peka dengan maksud pesanmu tadi. Jujur saja aku tidak sadar
bahwa yang kamu tuliskan di bio akunmu itu adalah hari dimana kamu dilahirkan.”.
Tak lama setelah pesan saya untuknya terkirim, ia pun membalasnya. “Akhirnya kamu ingat, hmm gak apa-apa ko
Gita, kita kan sahabat. Aku ngga bakal marah ko.”.
Akhirnya batin ini pun lega dan sudah tidak penasaran lagi. Saya ingin sekali
memberinya kado dihari ulang tahunnya besok. Dengan yakin saya meminta alamat
lengkap dimana ia tinggal. Dan akhirnya saya pun tahu kemana kado dari saya
akan saya kirim. Hmm ke Jln. Kampung Muara Bahari, no. 9, RT : 2, RW : 3,
Kelurahan Muncar, Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Malamnya
sekitar pukul 12 malam lewat saya mengirim pesan untuknya lagi. Sekedar ingin
mengucapkan Wilujeng tepang taun padanya. Ia segera membalas pesanku. Padahal
saya pikir ia sudah terlelap dalam tidurnya malam ini. Mungkin pada saat itu ia
sangat bahagia. Saya pun turut larut dalam bahagia yang Dindyn rasakan dini
hari itu.
Sayang
rasa kantuk pun tak bisa tertahankan. Sebenarnya saya masih ingin berbincang
dengan sahabat jauh saya itu. Tapi ya, apa mau dikata. Saya rasa mata saya
sudah tidak kuat lagi untuk terjaga. Saya yakin Andyna pun memahami itu.
Esok
paginya saya bangun dengan penuh semangat dan keceriaan. Ingin saya langsung
saja bergegas membeli sebuah kado sederhana untuk Dindyn yang hari ini sedang
berulang tahun. Tapi rasanya tidak mungkin. Sebelum membeli kado, saya harus
menyiapkan diri saya terlebih dahulu dengan mandi, dan lain sebagainya. Usai
saya bersiap, tentu saja saya langsung berangkat untuk membeli kado yang tepat
untuk Dindyn sahabat saya.
Setelah
lama saya mencari dan memilih, akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada sebuah
buku harian bergembok bergambar dua ekor beruang yang sangat lucu. Saya
berharap Andyna akan senang menerimanya. Tanpa banyak pikir segera saya membeli
buku harian bergembok itu dan membungkusnya dirumah.
Sesampainya
saya dirumah segera saya bungkus buku bergembok itu sedemikian rupa sehingga
akan terlihat lebih cantik, *niat saya*. Namun sebaliknya kado saya terlihat
seperti seonggok sampah. Padahal bakat yang saya miliki telah saya keluarkan
seluruhnya.
Bungkusan
kado yang berisi buku bergembok itu akan saya kirim sorenya. *mungkin saya harus membungkusnya ulang*. Saya sangat berharap buku bergembok itu akan
menjadi tempat curahan hati Dindyn. Karena saya tahu Dindyn amat suka menulis
cerita-cerita tentang dirinya sendiri.
Saya
torehkan tinta dari pena saya pada selembar kertas pengiring kado yang akan
saya berikan pada Dindyn. Pada selembar kertas itu saya menulis Ucapan selamat
ulang tahun dan doa sederhana untuknya. Di bagian bawah surat yang akan saya
masukkan dalam kado yang akan saya bungkus ulang itu saya tuliskan “soryy kadonya agak telat, ya maklum TIKI” Tak lupa saya menuliskan pula alamat
rumah Dindyn. Dan saya berharap kado ini tidak nyasar.
*OTW
kantor pos*
*lalalalala*
Di
sela-sela menunggu proses penimbangan dan blablabla, saya menyempatkan diri
untuk membuka twitter melalui blackberry saya. Wuhuu ternyata ada direct message dari @Andyna22 . “Gita, hari ini aku dapat banyak ucapan,
doa, dank ado dari orang-orang yang aku sayang. Aku sangat senang Git.”. Entah
kenapa saya pun turut senang membacanya. “ciiee..ciee”. Tak lama ada DM lagi darinya. “Ternyata mereka semua tidak lupa Git.”.
Saya membalasnya dengan yakin. “Tentu
saja Din, tidak mungkin mereka melupakan hari ulang tahunmu”.
Andyna membalas. “Git,
kamu tahu ngga? Kamu loh yang pertama ngucapin selamat ulang tahun ke aku. Aku
sayang banget Git sama kamu”. Saya tidak menyangka Andyna
mengucapkan AKU SAYANG BANGET Git SAMA
KAMU. So sweet. Tentu saja aku sangat ingin membalasnya. “I love you too Din. Although we are far
away, but we’ll still be friends.”. Ia
kembali membalas. “I
really want to meet you, see your face, and hug you. Hopefully destiny on our
side, so we can meet.”. Jujur saya tidak terlalu paham.
Kemampuannya berbahasa kompeninya lebih hebat dibandingkan kemampuan saya.
Tak
lama, pak pos menghampiri saya dan mengatakan bahwa proses sudah selesai. Saya
pun membayar biaya pengirimannya dan bergegas pulang. Semoga saja paketan kado
itu cepat sampai dan TIDAK NYASAR.
*Tiga
hari kemudian.*
Pagi sekitar pukul
delapan empat puluh lima, ada seseorang berseragam oranye menghentikan motornya
dihalaman rumah saya. Apa mungkin beliau petugas pemadam kebakaran?. Tapi
kenapa ia membawa surat. Oo ternyata beliau petugas POS yang mengantarkan surat
untuk saya. Ternyata surat itu dari Andyna. Itu artinya paketan saya tidak
telat sampai. Tentu saya sangat senang. Sayang sekali saya belum bisa membalas
surat dari Andyna itu, karena saya sedang mengemasi barang-barang saya yang
akan saya bawa pergi merantau menimba ilmu di pulau seberang. Malam ini saya
berangkat bersama Ayah dan Ibu saya dari Tulungagung ke pulau Sulawesi tepatnya
Manado, Sulawesi Utara. Dan pasti siang dan sorenya saya sangat sibuk.
Surat dari Dindyn pun saya
siapkan dimeja yang ada di kamar saya. Saya berniat membawanya pergi merantau
ke pulau seberang.
Sore menjelang malam
saya berangkat dari Tulungagung tercinta menuju pakiran dan landasan pacu si
capung besar. Sesampainya di Bandara, barulah saya ingat bahwa surat dari
Dindyn tertinggal di meja yang ada di kamar saya. Tak mungkin jika saya
mengajak Ayah dan Ibu kembali ke rumah hanya untuk sekedar mengambil sepucuk
surat yang lupa aku bawa. Menyesal, pasti. Di saat yang sama ternyata twitter
saya pun kena wabah suspend dan alamat Dindyn masih berada pada folder DM
twitter saya @GitaAyana yang kini sudah tidak bisa dibuka, sedih rasanya.
Di Bandara saya hanya
bisa menangis terisak. Berpikir, apakah ini akhir dari persahabatan kami?. Pasti Dindyn pun kecewa karena saya tak
membalas suratnya. Jangankan membalas, saya bahkan belum sempat membacanya.
Sesampainya saya di
rumah Ayah dan Ibu di Manado, saya mencoba membuat akun twitter baru
(@GitaAyana2) dan mencoba pula memfollow twitter Dindyn. Aku tak mengerti
mengapa saat saya mengetikkan “@Andyna22” tidak ada satu result pun yang
muncul, apakah usernamenya tdiganti?. Oh Tuhan mengapa dewi fortuna enggan mendekat
pada saya. Saya menyerah, saya putus asa. Saya rasa saya harus melupakan Andyna,
dan mengahpus semua khayalan yang tak mungkin bisa terwujud.
Saya mulai bangkit
melanjutkan hidup saya. Dan kini saya sudah mulai sekolah di SMAN 1 Amurang
sebagai siswi kelas 10 yang baru saja melaksanakan kegiatan MOS. Saya berusaha
merajut masa-masa indah lain bersama teman-teman saya di sekolah saya ini. Dan
berhasil. Saya berhasil sedikit demi sedikit melupakan Dindyn.
Tiga tahun pun berlalu
cepat dan indah. Saya sudah lulus SMA. Kini saya berniat untuk pulang ke Tanah
Jawa, karena saya ingin melanjutkan kuliah di salah satu Universitas di Jawa
Timur.
Rindu kampung halaman,
ya sudah barang tentu saya rasakan. Ingin kembali merasakan suasana tenang di
Tulungagung tercinta. Semua surat-surat dan barang-barang sudah kami kemas
untuk kepindahan saya, Ayah dan Ibu. Saya mersa sudah tidak sabar lagi untuk
kembali tinggal di Tulungagung. Meskipun saya juga merasa berat meninggalkan
Manado yang keren ini.
20 Agustus 2011 saya
berangkat, atau lebih tepatnya pulang ke kampung halaman saya di Tulungagung.
Perjalanan paling lambat satu hari. Di
dua sisi yang berbeda saya juga merasakan perasaan yang berbeda pula. Senang
dan sedih. Tapi ya memang ini lah kehidupan. Tidak akan sempurna jika tidak ada
dua sisi yang berlawanan arah, saling menlak seperti dua kutub magnet yang
sama.
Sampai di Tulungagung
saya tak langsung pulang ke rumah lama saya, namun saya mampir ke toko
kelontong milik tetangga saya untuk sekedar membeli permen lilipop dan
menyampaikan salam kangen. Sementara Ayah dan Ibu langsung pulang untuk menaruh
barang-barang dan membersihkan rumah yang kita tinggalkan selama tiga tahun.
Setelah
menyempatkan diri untuk membeli lollipop, saya bergegas pulang, sebelum masuk
rumah, tak lupa saya mengucap salam. Lalu saya dengan girang berteriak-teriak di
dalam rumah. Kemudian saya masuk ke dalam kamar saya yang telah lama tak
terpakai. Masih dalam keadaan yang sama. Dan saya sangat menyukainya. Terus
memandang dengan seksama segala seluk beluk kamar tidur saya dulu.
Dan
saya teringat pada satu benda…… Surat
dari Dindyn sahabat maya saya. Saya melihatnya. Tepat di depan saya. Di atas
meja. Tak sadar eluh mulai mengalir menuju hilir pipi. Surat usang dari sahabat
maya. Mulai saya buka surat itu dengan keadaan tangan bergetar. Saya membacanya
sambil terisak.
******
Inilah
ternyata isi surat dari Andyna.
Jakarta, 25 Juni 2008
Assalamuallaikum. Wr.
Wb.
Hai Gita !!
Gita, terimakasih
atas kado ulang tahun yang kamu berikan padaku, aku sangat menyukainya. Buku
hariannya akan aku pakai Git. Dan walaupun tiap-tiap halamannya kelak akan
penuh dengan cerita yang aku tuangkan melalui tinta pena oleh tanganku, aku
akan menyimpannya. Aku janji aku akan menyimpannya dengan baik. Karena aku
sayang banget sama kamu. Git, segni dulu ya suratku kali ini. Aku berharap kamu
akan membalasnya. Andyna
Alifia Zahra
Saya
menangis. Saya sedih karena telah membuat Andyna kecewa. Tanpa banyak pikir
saya segera mengambil secarik kertas beserta pena dan segera membeli amplop
surat. Saya menuliskan Surat Balasan Untuk Andyna.
Tulungagung,
21 Agustus 2011
Assalamuallaikum. Wr. Wb.
Hai juga Dindyn !!
Maafkan aku baru sempat membalas
suratmu. Maafkan aku, baru bisa membaca suratmu hari ini pula. Din, waktu
suratmu sampai ke rumahku, waktu itu pula aku akan pergi merantau ke tanah
Sulawesi untuk bersekolah. Sekarang aku sudah lulus Din, dan sekarang aku juga
sudah pulang. Din apakah kamu berpikir hal yang sama denganku? Bahwa ini
takdir. Surat ini tiga tahun berada dikamarku karena aku lupa membawanya..
Aku tahu kalau saat ini kamu masih
kecewa denganku, tapi aku tahu pula kalau saat ini kamu masih sayang denganku.
Dan aku sangat bahagia bisa mengenalmu walau hanya sebatas lewat cara seperti
ini.
Din sekarang akun twitter @GitaAyana
sudah tidak aku pakai lagi karena kena suspend. Sekarang aku punya akun baru
Din @GitaAyana2, sewaktu aku ingin memfollow twittermu aku tidak menemukan satu
result pun Din. Aku pikir kamu mengubah usernamemu. Saat itu aku sangat sedih.
Kalau bisa aku ingin kembali seperti dulu. Saling berkicau tentang cerita kita
masing-masing sama kamu di twitter. Aku sayang kamu Din….. bye!!
Gita Ayana Azafika
Saat
itu saya bergegas menuju kantor pos sambil tetap menangis terisak haru. Tanpa
pamit saya berlari sekencang mungkin. Saya menginginkan agar surat ini cepat
sampai ke rumah Dindyn. Saya memilih pengantaran kilat, meskipun saya tahu
biayanya sedikit lebih mahal. Ini demi sebuah persahabatan.
Kata
pak Pos, surat ini akan sampai besok pagi. Pak Pos sudah berjanji akan hal itu.
Saya pun mulai tenang. Saya berharap pula dapat segera menerima balasan dari
sahabat mayaku itu.
*satu
minggu kemudian*
Seperti
pada waktu saya hendak berangkat ke Manado tiga tahun yang lalu, ada seorang
pria berbaju oranye yang menghentikan motornya di halaman rumah saya. “Pak
Pooossssss., itu surat untukku kah? Kenapa ada paketnya juga?”. Pak Pos pun
menjawab “Ini untuk Gita Ayana”. Saya pun sangat bersemangat untuk membacanya
dan tak mau lagi menundanya. “Mana pak? Saya Gita Ayana. Itu surat dari Jakarta
kan?” Tanya saya penuh semangat. Pak Pos pun menjawab. “Oo, benar ini dari
Jakarta, silakan ini surat dan paketnya, dan mohon tanda tangan disini”. Segera
saya torehkan goresan tangan saya di kertas milik Pak Pos itu.
Pertama
yang saya buka adalah paketan itu, saya penasaran sekali apa isinya……….
Dan
ternyata isinya adalah buku harian Andyna, buku harian bergembok lengkap dengan
kuncinya yang pernah saya berikan padanya sebagai kado ulang tahunnya. Saya
bingung apa maksudnya. Kenapa buku ini dikembalikan? Bukannya ia pernah
mengatakan bahwa akan menyimpan buku ini selamanya? Apakah kini ia membenci
saya?
Perlahan
mulai saya buka amplop surat balasan dari Andyna itu. Saya baca surat itu dengan
seksama kata demi kata yang tertulis pada sepucuk surat itu. Begitu saya
membacanya, rasanya seperti tersambar petir disiang bolong.
Jakarta,
28 Agustus 2011
Kepada : Gita Ayana
Assalamuallaikum. Wr.
Wb.
Mohon maaf sebelumnya.
Orang yang membalas surat Dik Gita bukan Andyna melainkan Bundanya. Andyna
sudah meninggal tiga tahun yang lalu dikarenakan sakit kanker cebrum. Andyna
menitipkan pesan pada saya, jika Dik Gita membalas surat Andyna, saya harus
menyampaikan hal ini pada Dik Gita. Andyna sangat menyayangi Dik Gita, karena
menurut Andyna, Dik Gita adalah sahabat terbaiknya. Andyna juga menitipkan buku
harian kado dari Dik Gita untuk dikembalikan
pada Dik Gita. Sekian surat balasan ini.
Nurma
Sulastri
Rasanya
seperti dicekik. Seakan tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun dari mulut.
Hanya eluh yang berbicara menceritakan kepada keadaan bagaimana perasaan hancur
yang saya rasakan.
Saya
mencoba menulis pada secarik kertas sebagai Surat Balasan untuk titipan pesan
Andyna. Surat balasan kali ini hanya tertuliskan.
“Andyna
aku sayang kamu. Aku dan kamu akan menjadi sahabat selamanya, Din jangan lupa
baca surat singkatku ini ya, meski kamu sekarang sudah tak berada di dunia,
namun aku yakin diatas sana kamu bisa membaca tulisanku ini.”
*****
TAMAT…..